Ngobrolin Sarinah Bareng Direkturnya
Kamis, 22 Maret 2018
Tambah Komentar
Bagi saya
berkunjung ke Sarinah adalah momentum untuk relaxation
and recreation. Maka saat seorang teman calling
saya untuk datang ke Sarinah dalam event
resmi, saya pun mengiyakan dan bilang ‘siap’. Meski saat itu sedang
sibuk-sibuknya menunaikan tugas gawean di
Bandung. Untung saja acaranya diundur sampai akhirnya terealisasi di tanggal 19
Maret kemarin.
Bareng Temen2 Blogger TDB |
Beruntungnya lagi
saya udah cukup familiar dengan beberapa direksi di dalamnya. Sebut saja ibu Lies Permana Lestari yang semakin geulis pisan (beberapa geng kaum Adam
bilang begitu, aku pun mengamini saja..). Terhitung secara resmi saya
berkunjung ke Sarinah secara hattrick alias
tiga kali (nggak resminya sih udah sering). Itupun setelah saya cek n ricek beberapa tulisan saya
mengenai Sarinah. Sekalian saja mencari angle yang pas untuk menulis Sarinah,
kira-kira tema apa yang relevan untuk dibahas dari Sarinah sekarang. Tercatat
awal tahun 2016 silam dan pertengahan tahun 2017 lalu. (Silakan berkunjung ke
link tulisan Perjalanan Sarinah). Perbedaannya jika 2016 silam Sarinah masih diasuh oleh Ira Puspadewi sebagai
direktur utamanya, sekarang estafet ke GNP Sugiarta Yasa.
Format Acara:
Sarinah mengundang
Blogger dalam rangka ngobrol santai mempromosikan
perkembangan Sarinah terkini. Ngobrol
Bareng Sarinah mengenai perkembangan Sarinah di tahun 2018 dan ekseskusi
visi lanjutan ke depan seperti apa. Maka adanya Blogger dari TDB ini diharapkan
mampu bersinergi menjadi media branding Sarinah
yang kuat. Tamu yang hadir; Magry N.
Warganegara (Sekretaris PT Sarinah), GNP
Sugiarta Yasa (Dirut PT Sarinah), Lies
Permana Lestari (Direktur Retail PT Sarinah), Prima Andhika (Manajer Umum Retaill) dan Bayu Rafisukmawan (Direktur Keuangan).
Sekian prolognya.
Yuuk... to the point saja. (Jika
ingin tahu sejarah Sarinah dst. seperti apa beralih ke link Sarinah 2016).
***
Akhir tahun 2017
lalu dikejutkan adanya berita bahwa sejumlah ritel di Indonesia bertumbangan
satu-satu. Beberapa pihak beranggapan bahwa tumbangnya ritel-ritel besar
tersebut karena tumbuhnya e-commerce secara sporadis serta pelemahan daya beli
masyarakat.
Namun apakah benar
demikian?
Temuan survei yang
dirilis oleh lembaga riset telematika Sharing Vision menunjukkan bahwa
tumbangnya sejumlah ritel besar dikarenakan sejumlah hal namun bukan karena
adanya penurunan daya beli masyarakat. Akan tetapi pelemahan ritel disebabkan
adanya perubahan gaya hidup. Lebih tepatnya pergeseran gaya hidup. Mungkin sekarang bisa disebut disruption lifestyle. Yang mau tidak mau
menggeser seluruh aspek kehidupan dari yang awalnya konvensional beralih ke
digital. Termasuk cara kita berbelanja.
From conventional to digital. Dan Sarinah agaknya sedang melakukan itu.
Tumbangnya sejumlah
ritel sebut saja Matahari Mall, Lotus Departemen Store, Seven Eleven yang
menutup sebagian atau seluruhnya seakan memicu alarm bersama bahwa ada sesuatu
yang tidak ‘beres’ dengan pasar ritel tanah air. Karena sangat paradoks di
tengah naiknya daya beli masyarakat ternyata tidak kongruen dengan perkembangan
ritel secara offline. Indikasi adanya
pergeseran cara berbelanja semakin tak terelakkan manakala kita tengok menjamurnya ecommerce-ecommerce.
Bisa dibilang
lahirnya ecommerce atau toko online telah mereduksi
nilai jual pasar offline pelan tapi
pasti ke arah online. Aktivitas
berbelanja ada dalam genggaman gadget masing-masing.
Maka dari itu sejumlah ritel yang tidak mau bernasib sama seperti ritel-ritel
besar yang tadi berupaya move on dari
tradisi lama ke tradisi baru.
Alhasil
transformasi besar-besaran mulai dilakukan seperti dengan menutup sejumlah
gerai kemudian beralih ke digital. Mengalihkan pasar offline mereka dari konvensional ke digital dengan membuat toko
online atau ecommerce masing-masing. Meski
sebenarnya sudah agak terlambat. Karena beberapa raksasa ritel dari luar negeri
pun sudah ekspansi di dalam negeri. Sebut saja Lazada, JD.com, Alibaba. Untuk
dalam negeri ada Bukalapak, Blibli, Tokopedia dst.
Mengacu beberapa
dua peristiwa di atas yaitu tumbangnya ritel besar di tengah tumbuh pesatnya
pasar ecommerce tanah air membuat Sarinah sebagai platform ritel rakjat ketjil (sengaja
pake ejaan lama biar makin
sentimentil..) bagaikan angin segar bagi perusahaan pelat merah ini. Dengan
berkurangnya pesaing tersebut diharapkan masyarakat beralih ke Sarinah.
Kira-kira seperti itu terjemahan verbalnya.
“Karena Sarinah
tetap eksis, sekarang masyarakat mencari Sarinah untuk produk-produk yang
dicarinya,” kata Dirut PT Sarinah (Persero), GNP Sugiarta Yasa.
Apakah berhasil atau tidak. Waktu yang akan membuktikannya. Seharusnya sih mampu. Karena Sarinah menurut saya punya basic kuat yang tidak dimiliki oleh ritel-ritel besar itu semua. Apakah basic kuat tersebut? Simak terus aja gan.
SGP Sugiarta Yasa |
Apakah berhasil atau tidak. Waktu yang akan membuktikannya. Seharusnya sih mampu. Karena Sarinah menurut saya punya basic kuat yang tidak dimiliki oleh ritel-ritel besar itu semua. Apakah basic kuat tersebut? Simak terus aja gan.
Fyi, Sarinah bergerak di lima leading sector. Mulai dari Retail, Trading, Property, Money Changer dan
Hospitality. Nah kebetulan pas ngonbrol bareng blogger kemarin
lebih asyik membahas pada tiga hal pokok. Mungkin menurut saya karena Money Changer dan Hospitality sudah running on
the track sehingga tidak banyak dikembangkan. Sementara concern utama PT Sarinah sekarang lebih
kepada dua leading sector utama yaitu
retail dan trading. Saya pun juga lebih tertarik membahas dua, tiga sektor tersebut.
Alangkah baiknya
menstimulus dengan pertanyaan-pertanyaan yang menguji visi dan misi Sarinah
adalah hal yang baik. Seperti bagaimana dan seperti apakah Sarinah di era
digital sekarang? Bagaimana Sarinah bisa beradaptasi di tengah gejolak pasar
ritel yang kuat dan cepat persaingannya? Sanggupkah Sarinah bertahan dan mengekspasi dirinya ke level yang
diharapkan?Bagaimana Sarinah seharusnya Sarinah mengakomodir pasar milenial
dengan brand ‘zaman now’nya?
Boleh dibilang
denyut nadi Sarinah adalah retail. Berbagai macam produk lokal yang bernilai
budaya dari seantero tanah air ada di Sarinah. Mulai dari aneka olahan cokelat,
handmade kerajinan tangan, eco batik dan kain. Dan sampai sekarang
selalu update sesuai permintaan
pasar. Dengan daya dukung UMKM binaan yang mencapai ribuan seharusnya Sarinah
mampu bertahan. Sehingga cita-cita Sarinah sebagai salah satu penggerak ekonomi
nasional.
Jika generasi milenial adalah generasi yang lahir di awal tahun 1980an sampai akhir tahun 1990an, merujuk data di Wikipedia maka saya sebagai orang yang lahir di tahun itu sangat senang ketika mendengar bahwa Sarinah akan dilakukan peremajaan atau rejuvenasi. Peremajaan Sarinah tentu menjadikannya semakin relevan buat kalangan milenial. Artinya tagline yang mengusung The Window of Indonesia menjadikan Sarinah sebagai katalisator untuk mendisplay, memasarkan atau menjual produk-produk unggulan Indonesia.
Apalagi dengan akan adanya launch aplikasi pada semester 1/2018, sebuah langkah yang akan benar-benar mendekatkan customer di era milenial. Semoga benar-benar terealisasi. Karena kalau mengandalkan webstore Sarinah tidak akan cukup menggaet pasar yang lebih luas. Hadirnya webstore www.sarinah.co.id yang ditunjang dengan aplikasi akan mampu menyedot animo kalangan milenial untuk sinergi dalam mengampanyekan Sarinah ke masyarakat luas (baca memviralkan).
Bagi sebagian besar
orang yang tinggal di Jakarta, Sarinah adalah sebuah kata yang merujuk pada
sebuah kawasan perbelanjaan di pusat Jakarta. Namun bagi saya Sarinah bukan
saja sebagai Indonesian Curtural Heritage
Home (rumah warisan budaya). Dengan cabang yang telah tersebar di berbagai kota di tanah air, Sarinah benar-benar bisa menjadi the window of Indonesia.
Blogger dan Direksi PT Sarinah Persero |
Bagi saya pripadi Sarinah tidak saja jendela buat Indonesia untuk dunia. Melainkan sudah seperti museum berjalan yang terus altif dan mengapdate contentnya. Merawatnya dari generasi ke generasi. Dari sejak dalam gagasan besar Soekarno hingga sekarang. Tidak ada ritel dengan format seperti Sarinah di Indonesia, setahu saya. Sebuah ritel yang bahan bakarnya ditenagai oleh kreatifitas anak bangsa. Jika kreatifitas adalah bahan bakarnya seharusnya Sarinah bisa bertahan dan berkembang. Siapa yang meragukan kreatifitas anak bangsa?!
Twt: @andik_ir
IG: andik_ceritanya
Belum ada Komentar untuk "Ngobrolin Sarinah Bareng Direkturnya"
Posting Komentar